Wednesday, October 22, 2014

Papua dan Aceh Ingin Sejahtera dan Damai, Bukan Merdeka


Papua Satu. Meski otonomi khusus (Otsus) Papua sudah berlangsung selama 15 tahun terakhir ini, dengan anggaran puluhan bahkan ratusan triliun rupiah, namun rakyat Papua masih miskin dan terpinggirkan. Karena itu, pemerintahan Jokowi-JK diharapkan serius memperhatikan kesejahteraan dan infrastruktur transportasi, sosial, pendidikan dan kesehatan rakyat Papua. Hanya itu yang diharapkan, bukan merdeka.
Demikian disampaikan anggota DPD RI asal Papua, Mesakh Mirin dalam dialog kenegaraan ‘Harapan DPD RI Terhadap pemerintahan Jokowi-JK’ bersama anggota DPD RI Fachrul Razi (Aceh), Abdurahman Abubakar Bahmid (Gorontalo), dan Boediono (Jawa Timur) di Gedung DPD/MPR RI Jakarta, Rabu (22/10/2014).
UU Otonomi khusus nomor 21 tahun 2001 tentang Papua sejauh ini sudah mengalami beberapa perbaikan. Namun kata Mesakh, UU Otsus Papua tersebut tidak berjalan baik karena terjadi saling curiga-mencurigai antara pemerintahan pusat dan daerah. Karena itu, paradigma pemimpin bangsa ini harus diubah untuk tidak selalu berpikir bahwa Papua ingin merdeka dan merdeka dari NKRI.
“Rakyat Papua itu ingin hidup sejahtera, damai, dan sama seperti saudara-saudara di seluruh Indonesia, yang duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi, sehingga kita merupakan bagian dari NKRI. Juga Aceh,” tambahnya.
Kenapa Jokowi dalam Pilpres pada 9 Juli 2014 hampir 100 % menang di Papua, kata Mesakh, karena rakyat Papua ingin perubahan dari pemerintahan Jokowi-JK ini. “Dan, kalau dana Otsus itu selalu dikatakan dikorupsi, kenapa pejabat Papua itu tidak ditangkap? Jadi, jangan pilih kasih atau tebang-pilih dalam penegakan hukum itu. Untuk itu, Jokowi harus tegas,” katanya berharap.
Hal yang sama disampaikan Fachrul Razi, jika sejak pemerintahan Bung Karno, Soeharto, Megawati sampai SBY, Aceh selalu tertipu. Di mana janji-janji presiden itu hampir tak pernah terealisir, bahkan kekayaan sumber daya alam Aceh yang selalu diambil oleh pusat.
“Misalnya masih terjadi pertumpahan darah, mengingkari perjanjian Helsinki, aturan turunan yang tumpang-tindih yang merugikan masyarakat Aceh. Untuk itu, Jokowi-JK harus mencabut dan membereskan semua itu,” ujarnya berharap.
Dikatakan, jika Aceh tidak meminta merdeka, melainkan hanya kesejahteraan dan keadilan. Juga menolak pemekaran daerah, karena hal itu bukan jawaban untuk rakyat Aceh. “Jadi, Jokowi-JK harus mampu mewujudkan janji-janjinya termasuk menciptakan politik yang damai, sejahtera, dan adil dalam bingkai NKRI serta tidak mengeluarkan aturan yang bertentangan dengan perjanjian Helsinki,” pungkasnya.
Sosialisasi perjanjian Helsinski dan UPA (Undang-undang pemerintahan Aceh) sudah sering dilakukan di seluruh wilayah di Aceh juga di Jakarta. Hal itu mengingat bersama bahwa perjanjian damai itu cukup sulit dan sebaliknya gejolak lebih mudah. Sosialisasi MoU Helsinki dan UU RI Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh, diharapkan terealisir. [pikiran-rakyat.com]

0 comments:

Post a Comment