Tuesday, September 30, 2014

Di Akhir Masa Jabatan, Anggota DPRP ‘Jalan-Jalan’ Keluar Negeri

Papua Satu. Menjelang berakhirnya masa jabatan sebagai anggota DPRP masa jabatan 2009-2014, hampir semua anggota DPRP melakukan perjalanan ke luar negeri. Diantaranya adalah ke Amerika, Swiss, Belanda dan Negara Jerman.
Hal itu sebagaimana diungkapkan Kabag Humas Sekretariat DPR Papua, Semuel Mahue saat ditemui di Kantor DPRP, saat dikonfirmasi terkait ketidakhadiran anggota dewan di kantor DPRP.
“Anggota dewan ini kan keluar negeri dibagi dalam enam kelompok, diantaranya, ke Amerika, Swiss, Belanda dan juga di Negara Jerman. Ini bukan karena masa jabatan mereka habis sehingga tidak masuk kantor, tapi karena urusan dinas sehingga dalam minggu sudah aktif,” kata Samuel Senin (29/9/2014).
Dari pantauan Bintang Papua di Kantor DPRP di jalan Samratulangi Kota Jayapura, Senin (29/9) kemarin, tepatnya di depan Taman Imbi Jayapura atau berhadapan Tugu Dr. Samratulangi, suasana kantor nampak sepi dari aktivitas kedewanan. Hal itu mengakibatkan pelayanan masyarakat tidak berjalan dengan baik.
Terlihat, dari pagi sampai siang dan hingga sore tidak ada satupun anggota DPR Papua masuk kerja.
Hanya pegawai dan staf kesekretariatan DPRP yang melaksanakan aktivitas. Mereka terlihat mondar mandir bingung karena belum mendapat arahan dari sejumlah anggota dewan.
Samuel beralasan, keberangkatan perjalanan dinas tergantung anggota DPR Papua itu sendiri.
“Apakah mereka mau pergi atau tidak, sekretariat hanya memfalisilitasi mereka,” katanya.
Ia menyampaikan, bahwa agenda terakhir yang dijalani anggota DPRP adalah, tentang pembahasan RAPBD 2015. Diantaranya, rencana penyerahan Kebijakan Umum Anggaran  (KUA), Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS).
“Sebenarnya hari ini (kemarin, red) sudah dibagikan setiap komisi, dan mudah-mudahan minggu sudah ada mereka,” katanya.
Namun untuk kepastian, jadwal sidang pembahasan RAPBD Papua 2015 di DPR Papua, pihaknya belum bisa pastikan. Sebab, pembahasan ini dilakukan rapat Badan Musyawarah (Bamus) terlebih dahulu.
“Kalau jadwal sidang nanti lewat Bamus. Yang penting materi kami terima dulu. Jadwalnya RAPBD 2015 harus dibahas dalam bulan ini. Tapi belum tahu kapan dilakukan,”  ujarnya dia.
Sementara itu, ketika ditemui beberapa staf di DPR Papua menyampaikan anggota DPRP sedang berada di luar daerah, seperti di Jakarta, di daerah Kabupaten Provinsi Papua dan beberapa daerah lainnya. [bintangpapua.com]

Michael Jakarimilena, Bikin Bangga Orang Papua

Papua Satu. Nama aslinya adalah Michael Herman Jakarimilena. Namun penduduk Indonesia mengenal pria berusia 31 tahun ini dengan nama Michael Idol. Michael sempat mencuri perhatian publik luas saat menjadi salah satu finalis Indonesian Idolmusim pertama. Bahkan pria kelahiran Jayapura ini sukses ada di posisi kelima mengalahkan finalis-finalis dari daerah lain.
Sebagai penyanyi, suara Michael memang mencerminkan betul bakat vokal penduduk Papua. Namun rupanya Michael tak hanya memiliki suara yang merdu, tercatat tiga buah film telah dia ikuti yang menampilkan kemampuan bakatnya. Michael memulai debut dalam film DENIAS, SENANDUNG DI ATAS AWAN yang dilanjutkan dengan HATTRICK dan terbaru, DI TIMUR MATAHARI. [KapanLagi.com]

SBY Setuju Pelantikan 7 Anggota Dpr Bermasalah Ditunda

Papua Satu. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah menyetujui permintaan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menunda pelantikan tujuh anggota DPR terpilih. Penundaan dilakukan karena ketujuh orang tersebut sedang tersangkut masalah hukum.
“Yang jelas sudah direspon langsung oleh presiden sebelum jatuh tempo pada hari pelantikan,” ungkap Juru Bicara Presiden, Julian Aldrin Pasha di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (30/9/2014) malam.
Julian menambahkan, surat yang dikirim KPU tersebut langsung dibalas begitu SBY tiba di Istana Kepresidenan. Namun, Julian enggan menjawab satu dari tujuh anggota DPR terpilih itu adalah Jero Wacik.
“Direspon hari ini juga,” ucapnya singkat.
Sebelumnya, calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) periode 2014-2019 segera dilantik 1 Oktober mendatang. Dari 560 calon anggota dewan yang bakal dilantik, 7 di antaranya diusulkan KPU agar pelantikannya ditunda.
Permintaan itu disampaikan KPU melalui Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) agar ditangguhkan. Penagguhan dilakukan karena tujuh anggota dewan terpilih tersebut tersandung kasus hukum.
“Kami mengajukan permintaan kepada presiden untuk jangan diresmikan dulu,” kata Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay kepada wartawan di kantornya, Jakarta, Senin (29/9/2014). [Merdeka.com]

Monday, September 22, 2014

Beginilah Perbatasan Indonesia dan Papua Nugini

Papua Satu. Desa Skouw di Jayapura merupakan salah satu perbatasan dari negara Indonesia dan Papua Nugini. Wisatawan yang datang ke sana bisa melihat bagaimana gapura yang memisahkan kedua negara tersebut dan juga mengintip pantai-pantai cantik di Papua Nugini.

Perjalanan dimulai saat saya dan teman saya sedang ada tugas kerja di Papua, tepatnya di Jayapura. Setelah mendarat di tanah Papua, disepanjang perjalanan ke hotel kami pun mengobrol tentang tempat wisata di Papua.

Mendadak keluar kata perbatasan Indonesia dengan Papua Nugini. Kita langsung deal untuk besok pagi ke sana. Setelah sarapan, kita langsung bergegas karena memang jaraknya cukup jauh dari Jayapura. Lebih tepatnya kita sedang menuju Desa Skouw.

Jalan yang bagus, aspal yang jauh membuat kita melaju dengan kencangnya. Oh iya, kita menyewa mobil menuju ke sana. Bisa dibilang cukup mahal, karena sekali jalan kita dibandrol harga Rp 750.000.

Walu mahal, tetapi sesuai lah dengan jarak yang jauh. Terlebih masih jarang ada supir untuk ke sana, karena memang di sana daerah yang masih rawan. Disepanjang jalan kita disuguhi pemandangan yang sangat indah, perkampungan warga, hutan, dan udara yang masih segar.

Mendekati perbatasan kita akan melewati pos jaga TNI, setiap lewat kita harus membuka kaca mobil agar mereka tahu di dalam mobil ada siapa dan berapa orang di dalam mobil.

Sampai diperbatasan kita akan melewati pos milik TNI lagi dan memberikan KTP. Kebetulan yang diambil hanya KTP sopir kami. Setelah itu kita berjalan menuju gapura yang berada di Indonesia, bertuliskan "selamat jalan" dan sisi sebaliknya "selamat datang."

Diseberang jalan terdapat gapura milik Papua Nugini yang bertuliskan "Welkam Long Papua Nugini." Satu yang bisa saya ucapkan, ini pertama kalinya saya ke luar negeri, dan itu Papua Nugini!

Walaupun hanya diperbatasan, tetapi kami sempat masuk agak jauh untuk foto-foto pantai yang ada di Papua Nugini.

Diperbatasan juga ada pasar yang masih wilayah Indonesia, tetapi lebih banyak masyarakat Papua Nugini yang berbelanja di sini. Di pasar saya sempat beli baju yang bertuliskan Papua Nugini dan menukar uang Kina, mata uang setempat.

Kami cukup beruntung bisa sampai di perbatasan, karena beberapa teman saya yang ke Papua mereka tidak berkesempatan untuk sampai di Desa Skouw.

Selain itu, ini daerah yang masih rawan untuk dikunjungi. Kita harus dipandu supir yang sudah berpengalaman ke sana. [travel.detik.com]

Parpol Lokal Papua Dimungkinkan Dibentuk

Papua Satu. Kerangka baru Otonomi Khusus yang diajukan oleh Pemerintah kepada DPR menjadi solusi penyelesaian yang menyeluruh bagi Tanah Papua. Tidak hanya pendekatan kesejahteraan yang dikedepankan, namun pendekatan sosial-politik yang bersifat rekonsiliatif juga mendasari hadirnya RUU Pemerintahan Otonomi Khusus bagi Provinsi di Tanah Papua.
“Ada 3 pendekatan yang digunakan dalam meredesain UU No. 21/2001,” ujar Staf Khusus Presiden Bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah Velix Wanggai dalam keterangan tertulis kepada detikcom, Senin (22/9/2014).
Pertama, Pemerintah melanjutkan aspek-aspek strategis yang telah diletakkan dalam UU 21/2001. Kedua, mengubah, menyesuaikan, dan melengkapi poin-poin strategis yang ada dalam UU 21/2001.
“Mungkin sudah ada poin yang bagus, namun disesuaikan dengan situasi dan tuntutan kekinian di dalam konteks kebijakan pembangunan dan tata kelola pemerintahan,” ungkapnya.
Sedangkan, ketiga adalah Pemerintah memasukkan poin-poin strategis yang benar-benar baru, yang sebelumnya tidak diatur di dalam UU 21/2001 Pemerintah bersama Pemerintah Papua dan Papua Barat berdiskusi cukup panjang selama lebih dari 1 tahun ini di dalam merumuskan kerangka strategis perubahan UU Otsus Papua.
“Prinsip dasarnya adalah perlindungan dan pengakuan identitas Orang Asli Papua, afirmasi kebijakan dalam konteks percepatan pembangunan, dan redistribusi pembangunan dan pemanfaatan sumber daya alam. Demikian pula, prinsip penguatan representasi orang asli Papua di dalam berbagai sektor pembangunan maupun prinsip rekonsialisi di dalam penyelesaian konflik,” paparnya.
“Dalam hal ini, Pemerintah ingin terapkan perdamaian melalui pembangunan di Tanah Papua,” imbuhnya.
Dalam RUU ini, lanjut Velix, ada 5 kerangka utama yang ditekankan. Pertama, kerangka kewenangan. Pemerintah ingin memperkuat Pemerintahan Papua dan Papua Barat dengan kewenangan dan urusan yang lebih luas.
“Dalam beberapa aspek, provinsi-provinsi di Tanah Papua memiliki kewenangan di dalam aspek hubungan luar negeri, rencana tata ruang pertahanan dan keamanan, maupun kebijakan kehutanan dan pertambangan,” terangnya.
Kedua, kerangka kebijakan pembangunan strategis. RUU ini memuat 25 kebijakan strategis pembangunan. Hal ini berbeda dengan UU 21/2001 yang hanya mencakup 9 sektor pembangunan. Melalui revisi ini, Pemerintah mengusulkan agar provinsi-provinsi di Tanah Papua mengelola kebijakan kehutanan, pertambangan, infrastruktur ekonomi, pariwisata dan ekonomi kreatif, pendidikan, kesehatan, pertanian, perdagangan dan investasi, perencanaan pembangunan dan tata ruang, lingkungan hidup, perumahan rakyat, sosial dan kebudayaan, pemuda dan olah raga, kependudukan dan ketenagaan kerjaan, kelautan dan perikanan, maupun perlindungan hak-hak masyarakat adat dan HAM.
“Kesemua ini ditujukan untuk kemajuan dan kesejahteraan rakyat Papua, serta menjadikan Papua sebagai salah satu pintu gerbang Indonesia di kawasan Pasifik,” jelas Velix.
Sedangkan ketiga, kerangka keuangan daerah. Melalui RUU ini, Pemerintah ingin memperkuat dan memperluas kebijakan desentralisasi fiskal yang bersifat asimetris (asymmetrical fiscal decentralization). Pemerintah mengusulkan perubahan formula Dana Otonomi Khusus dan Dana Bagi Hasil, serta perluasan pemanfataan Dana Otsus yang dulu hanya pendidikan dan kesehatan, namun diperluas ke sejumlah sektor-sektor prioritas sesuai kebutuhan daerah. “Demikian pula, diatur pola divestasi saham, kontrak kerjasama, penyertaan modal, maupun dana tanggungjawab sosial dunia usaha,” kata Velix.
Keempat, kerangka kelembagaan pemerintahan. Revisi UU Otsus Papua ini ingin memperkuat otonomi khusus di level provinsi, dan juga menguatkan peran dan kewenangan Gubernur, Majelis Rakyat Papua, Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP), hubungan kewenangan Provinsi – Kabupaten/Kota, distrik, dan kampung. Di dalam RUU ini, Pemerintah mengajukan hanya ada 1 MRP yang kedudukannya di Jayapura, sebagai lembaga representasi kultural di seluruh Tanah Papua, tanpa dibatasi administrasi provinsi.
Terakhir, yang kelima, kerangka politik dan hukum yang rekonsiliatif. Pemerintah ingin RUU ini hadir sebagai sarana penguatan re-integrasi dan rekonsiliasi sosial politik dalam negara kesatuan. “Salah satu ide baru yang diusulkan yakni dibentuknya partai politik lokal bagi orang asli Papua,” lanjutnya.
“Melalui momentum perubahan UU Otsus ini, Presiden SBY menekankan pemerintah daerah di Tanah Papua untuk merumuskan langkah terpadu di dalam mewujudkan Papua Tanah Damai,” tutupnya. [detikNews]

Ada Udang Di Balik Desakan Pengesahan RUU Otsus Plus

Papua Satu. Selama masa pemerintahan SBY, kebijakan dan program pemerintah untuk membangun Papua, termasuk otonomi khusus, fokus pada tiga isu penting. Pertama,kedaulatan dan keutuhan wilayah. Kedua, keamanan. Ketiga, pembangunan dan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat Papua.Soal isu kesejahteraan dan pembangunan, menurut SBY, selama sembilan tahun terakhir ini ia menitik beratkan dengan berbagai kebijakan dan program aksi, termasuk otonomi khusus.
Demikian pernyataan Presiden SBY awal tahun ini sebagaimana dirilis situs Setgab.go.id, 7 Februari 2014 lalu sekaligus merespon pengajuan draf UU Otsus Plus yang disampaikan oleh Gubernur Papua dan Papua Barat bersama para Bupati/wali kota di kedua provinis itu.
“Nanti kami pelajari, kita godog bersama pemerintah pusat dan daerah. Kalau nanti harus ada penyempurnaan Undang-undang Otonomi Khusus yang sering saya katakan Otonomi Khusus Plus, dalam bingkai NKRI, maka diharapkan membawa manfaat yang nyata bagi masyarakat Papua,” kata Presiden saat itu.
Namun rupanya para elit politik di Papua kurang sabar menunggu hasil pembahasan dimaksud. Dengan berbagai argumen mereka mendesak Pemerintah segera mengesahkan RUU Otsus Plus tersebut. Saat menggelar pertemuan dengan Bupati / Walikota, DPRD, dan MRP, Jumat pekan lalu (12/9/2014), Gubernur Papua Lukas Enembe mengeluarkan sebuah pernyataan yang bernada ancaman :
“Tidak ada pasal yang kami ajukan terkait pemisahan diri dan kami meminta kepada DPR RI yang akan membahasnya tidak salah arti…Kalau Jakarta ragu soal Otsus Plus yang kita ajukan, berarti Jakarta yang forong kita keluar fari NKRI ,” kata Lukas.http://suluhpapua.com/read/2014/09/13/desak-otsus-plus-bukan-berarti-papua-minta-merdeka/
Sementara itu, Komunitas Masyarakat Papua yang diwakili koordinatornya, Saakiyus, meminta DPR tidak tergesa-gesa membahas dan mengesahkan RUU Otsus Plus Papua. Ia meminta Anggota DPR sebaiknya melakukan evaluasi terlebih dahulu terhadap Otsus Papua yang sudah berjalan selama 13 tahun.
“Karena implementasi pelaksanaan Otsus selama 13 tahun harus dievaluasi dahulu,” ujar Saakiyus di sela-sela aksi unjuk rasa bersama Komunitas Masyarakat Papua, depan Gedung DPR, Jakarta, Kamis (18/9/2014).
Demikianpun Koordinator Kaukus Papua Indoenesia dan HMI Community, dalam keterangan tertulis kepada wartawan, Kamis (18/09/2014). Menurut dua lembaga ini, Otsus Papua selama ini sudah memberikan sebuah keleluasaan bagi rakyat untuk menjalankan kehidupan yang layak dan mensejahterakan rakyat Papua.
“Namun kenyataan di lapangan sangatlah jauh dari harapan. Faktor utama dari “kegagalan” Otsus Papua bukan dari segi produk perundang-undangannya, melainkan mental pejabat Pemerintahan Papua yang sangat korup. Dengan adanya otsus ini, Pemprov Papua sangat memiliki peran dalam menata dan mengelola pemerintahan daerahnya secara otonom tetapi dengan mental korup dari pejabat inilah Otsus Papua berjalan tidak maksimal,” tukas Koordinator Kaukus Papua Indoenesia dan HMI Community, Alfit di Jakarta sebagaimana dirilis okezone.com hari ini.
Free West Papua Leaders Summit
Membaca fenomena ini, saya jadi sedikit berprasangka buruk kepada pihak-pihak yang mendesak segara disahkannya RUU Otsus Plus tersebut, khususnya para kepala daerah di kedua provinsi Papua baik di tingkat kabupaten/kota maupun di tingkat provinsi. Ada sesuatu yang diincar di balik desakan itu. Dan sangat mungkin berkaitan erat dengan penghasilan PT Freeport senilai Rp 14 Triliun. Uang sebesar itu adalah hak pengelolaan atas bagi hasil pajak penghasilan badan PT Freeport Indonesia senilai Rp14 triliun yang saat ini masuk dalam penerimaan daerah Pemprov DKI Jakarta, lantaran kantor pusat PT Freeport berlokasi di wilayah DKI Jakarta. (Baca juga : http://www.antaranews.com/berita/442970/papua-perjuangkan-pajak-badan-freeport-rp14-triliun).
Jika RUU Otsus Plus tersebut belum juga disahkan hingga pelantikan Presiden dan Wapres yang baru, maka cita-cita untuk mendapatkan ‘bonus’ 14 T itu bakal pupus, karena pembaharuan kontrak karya PT Freeport dengan pemerintah Indonesia baru akan dilaksanakan oleh pemerintahan yang baru.
Selain itu, dan ini yang sedikit membuat kita cemas adalah adanya agenda Free West Papua Leaders Summit yang akan berlangsung di Vanuatu tanggal 1 sampai dengan 4 Oktober 2014. Pertemuan yang difasilitasi para politisi Vanuatu itu sedianya untuk merespon rekomendasi pimpinan MSG (Melanesian Spearhead Group) hasil pertemuan di PNG baru-baru ini untuk mempertimbangkan Papua sebagai anggota MSG. Pernyataan Lukas di atas ada kaitannya dengan kepentingan terselubung para politisi Papua yang ingin memanfaatkan Free West Papua Leaders Summit untuk menekan Pemerintah Indonesia agar segera mengesahkan RUU Otsus Plus itu.
Nah, saya kira Pemerintah Pusat dan DPR RI tentu sudah membaca gelagat di balik desakan pengesahan RUU Otsus Plus dari para politisi Papua. Mereka akan lebih hati-hati merespon desakan tersebut, mengingat sudah ada sejumlah pasal dalam draf RUU yang diajukan oleh Lukas Enembe dkk yang dianulir oleh Istana. Seperti pasal tentang adanya Gubernur Jenderal di Papua yang membawahi para Gubernur dan Bupati. (Baca juga:http://politik.kompasiana.com/2014/03/04/mencermati-usulan-pembentukan-gubernur-jenderal-di-papua-637144.html). Maka…waspadalah!!!
Oleh: Hamid Ramli [Kompasiana, 19 September 2014]

Jokowi, Jangan Lupa Perbaiki Transportasi Papua

TIMIKA - Papua Satu. Gubernur Papua Lukas Enembe mengharapkan pemerintahan ke depan yang akan dipimpin oleh Joko Widodo dengan Jusuf Kalla dapat membenahi masalah transportasi di Papua.
Dihubungi Antara dari Timika, Senin, Gubernur Lukas Enembe mengatakan jajarannya telah berdiskusi dengan Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) soal infrastruktur transportasi yang paling memungkinkan dibangun di Papua agar semua wilayah bisa terkoneksi.
“Kita sudah minta Pak Jokowi untuk sama-sama memikirkan kira-kira model transportasi apa yang paling gampang di Papua dibandingkan dengan membangun jalan raya karena medan yang sangat berat. Beliau kelihatannya sangat komitmen dengan itu,” ujarnya.
Menurut dia, infrastruktur transportasi yang memungkinkan dibangun di Papua agar terjadi konektivitas antarsemua daerah di wilayah provinsi ujung timur Indonesia itu, yakni kereta api.
“Memang yang paling ideal adalah membangun jaringan rel kereta api di Papua karena tidak merusak lingkungan dibandingkan jika kita membangun jalan raya. Tapi investasi itu sangat mahal,” jelas mantan Bupati Kabupaten Puncak Jaya itu. [REPUBLIKA.CO.ID]

Aktivis OPM Sambangi Referendum Skotlandia

GLASGOW -Papua-Satu. Referendum Skotlandia ternyata digunakan didatangi oleh pemimpin Organiasasi Papua Merdeka, Beni Wenda. Beni saat ini tengah berada dalam pengasingannya di luar negeri.
Dilansir dari Press and Journal, Jumat (19/9/2014), pria ini datang ke Skotlandia sebagai tamu dari kelompok radikal kemerdekaan.
Diduga kuat, Beni tengah mempelajari referendum tersebut bagaimana bisa dibuat dan dijalankan.
Dalam pernyataannya, pria ini mengaku terinspirasi dari referendum Skotlandia yang bisa dihelat tanpa ada tekanan dari Pemerintah Inggris.
Beni saat sejak 2003 mendapat suaka di Inggris. Di Negeri Ratu Elizabeth, Beni sempat membuat Pemerintah Indonesia naik pitam.
Pasalnya, dia sempat mendirikan kantor Free West Papua di Oxford. Hal itu cukup menggemparkan publik lantaran langkah tersebut didukung oleh Wali Kota Oxford. [jakarta.okezone.com]