Papua Satu. Dunia saat ini sedang menunggu pemenang Nobel. Lima anggota Komite
Nobel telah mempelajari dengan seksama rekam jejak 237 calon peraih
Hadiah Nobel Perdamaian tahun ini. Nama pemenang akan diumumkan dini
hari nanti (8/10/2014) waktu Oslo, Norwegia.
Melihat keputusan panitia yang kadang mengejutkan membuat spekulasi
pemenang tahun ini menjadi teka-teki menarik. Dari daftar calon yang
ada, tidak ada nama-nama yang sangat menonjol. Jika ada yang disebut
sebagai calon favorit, mungkin predikat ini layak disandang pembangkang
dari Tiongkok yang dipenjara, Liu Xiaobo. Dalam sepuluh
tahun terakhir ia menghabiskan banyak waktu untuk memprotes catatan hak
asasi manusia di Cina. Saat ini Liu Xiaobo sedang menjalani masa
tahanan 11 tahun atas tuduhan melakukan subversi.
Adakah calon dari Indonesia?
Dalam daftar 237 calon peraih Nobel Perdamaian itu mungkin saja ada
kandidat dari Indonesia. Memang dalam sejarah Nobel Prize, tokoh dari
Indonesia belum pernah ada yang terpilih. Selama ini peraih Nobel masih
didominasi negara Amerika Serikat dengan 338 Nobel sejak zaman Theodore
Roosevelt. Disusul Inggris Raya dan beberapa negara Eropa lainnya serta
Amerika Latin. Kawasan Asia hanya Tiongkok dengan 9 penghargaan, disusul
Myanmar (Birma) dan Vietnam masing-masing satu Nobel.
Nama Pramoedya Ananta Toer sejak tahun 1996 sudah masuk nominasi
sebagai kandidat peraih Nobel Sastra. Itu berkat perannya dalam
membangun cerita humanis lewat jalur sastra. Kisah pertentangannya
dengan pemerintah, celetuk-celetuk satire-nya soal pembengkokan sejarah,
hingga visinya membawa nama Indonesia ke kancah dunia membuat Pram
dinilai pantas meraih Nobel. Namun ibarat hasil Pilkada, Nama Pram
sejauh ini hanya bertengger di daftar ‘calon tetap’ atau ‘tetap calon’.
Kalau melihat spekulasi dunia saat ini yang menjagokan Liu Xiaobo,
mestinya tokoh Indonesia yang memiliki kesamaan trend isu Xiaobo adalah Filep Karma.
Riwayat kehidupan tokoh gerakan Papua Merdeka ini nyaris sama dan
sebangun dengan pembangkang dari Tiongkok itu. Sama-sama masuk kriteria
‘pembangkang’ dan sedang menjalani masa hukuman di penjara selama
belasan tahun. Kalau Xiaobo dihukum karena melakukan subversi, sementara
‘dosa’ Filep Karma beda tipis, yakni makar.
Gagal melakukan makar, Karma kini lebih sering menyuarakan masalah
pelanggaran HAM di Papua, termasuk pelanggaran HAM yang dilakukan oleh
kelompok sipil bersenjata . Bahkan ia adalah korban pelanggaran HAM itu
sendiri. Berbeda dengan rekan sepergerakannya Benny Wenda yang baru bisa
berceloteh setelah kabur dari penjara dan mendapat suaka politik dari
Inggris, dan berpindah kewarga negaraan untuk dijadikan pengabdi
kepentingan ekonomi Inggris. Karma dinilai lebih konsisten dalam
perjuangan dalam perjuangan karena rela hidup sengsara dalam satu
penjara dengan puluhan napi kasus makar lainnya. Bukan hidup di
apartemen mewah di bilangan elit Oxford dengan uang hasil ‘jualan’ isu
genosida di Papua. Atau menjadi bintang iklan produk minyak wangi ‘Lush’
yang mengkampanyekan ‘aroma kebebasan’.
Turut prihatin untuk bapak Filep Karma. Semoga Nobel Perdamaian tahun ini menjadi milik bapak, demi kedamaian papua [*]
"Gerry Setiawan"
Wednesday, October 08, 2014
Filep Karma Layak Dapat Nobel Perdamaian 2014
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment