Papua Satu. Kerangka baru Otonomi Khusus yang diajukan oleh Pemerintah kepada DPR menjadi solusi penyelesaian yang menyeluruh bagi Tanah Papua. Tidak hanya pendekatan kesejahteraan yang dikedepankan, namun pendekatan sosial-politik yang bersifat rekonsiliatif juga mendasari hadirnya RUU Pemerintahan Otonomi Khusus bagi Provinsi di Tanah Papua.
“Ada 3 pendekatan yang digunakan dalam meredesain UU No. 21/2001,” ujar Staf Khusus Presiden Bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah Velix Wanggai dalam keterangan tertulis kepada detikcom, Senin (22/9/2014).
Pertama, Pemerintah melanjutkan aspek-aspek strategis yang telah diletakkan dalam UU 21/2001. Kedua, mengubah, menyesuaikan, dan melengkapi poin-poin strategis yang ada dalam UU 21/2001.
“Mungkin sudah ada poin yang bagus, namun disesuaikan dengan situasi dan tuntutan kekinian di dalam konteks kebijakan pembangunan dan tata kelola pemerintahan,” ungkapnya.
Sedangkan, ketiga adalah Pemerintah memasukkan poin-poin strategis yang benar-benar baru, yang sebelumnya tidak diatur di dalam UU 21/2001 Pemerintah bersama Pemerintah Papua dan Papua Barat berdiskusi cukup panjang selama lebih dari 1 tahun ini di dalam merumuskan kerangka strategis perubahan UU Otsus Papua.
“Prinsip dasarnya adalah perlindungan dan pengakuan identitas Orang Asli Papua, afirmasi kebijakan dalam konteks percepatan pembangunan, dan redistribusi pembangunan dan pemanfaatan sumber daya alam. Demikian pula, prinsip penguatan representasi orang asli Papua di dalam berbagai sektor pembangunan maupun prinsip rekonsialisi di dalam penyelesaian konflik,” paparnya.
“Dalam hal ini, Pemerintah ingin terapkan perdamaian melalui pembangunan di Tanah Papua,” imbuhnya.
Dalam RUU ini, lanjut Velix, ada 5 kerangka utama yang ditekankan. Pertama, kerangka kewenangan. Pemerintah ingin memperkuat Pemerintahan Papua dan Papua Barat dengan kewenangan dan urusan yang lebih luas.
“Dalam beberapa aspek, provinsi-provinsi di Tanah Papua memiliki kewenangan di dalam aspek hubungan luar negeri, rencana tata ruang pertahanan dan keamanan, maupun kebijakan kehutanan dan pertambangan,” terangnya.
Kedua, kerangka kebijakan pembangunan strategis. RUU ini memuat 25 kebijakan strategis pembangunan. Hal ini berbeda dengan UU 21/2001 yang hanya mencakup 9 sektor pembangunan. Melalui revisi ini, Pemerintah mengusulkan agar provinsi-provinsi di Tanah Papua mengelola kebijakan kehutanan, pertambangan, infrastruktur ekonomi, pariwisata dan ekonomi kreatif, pendidikan, kesehatan, pertanian, perdagangan dan investasi, perencanaan pembangunan dan tata ruang, lingkungan hidup, perumahan rakyat, sosial dan kebudayaan, pemuda dan olah raga, kependudukan dan ketenagaan kerjaan, kelautan dan perikanan, maupun perlindungan hak-hak masyarakat adat dan HAM.
“Kesemua ini ditujukan untuk kemajuan dan kesejahteraan rakyat Papua, serta menjadikan Papua sebagai salah satu pintu gerbang Indonesia di kawasan Pasifik,” jelas Velix.
Sedangkan ketiga, kerangka keuangan daerah. Melalui RUU ini, Pemerintah ingin memperkuat dan memperluas kebijakan desentralisasi fiskal yang bersifat asimetris (asymmetrical fiscal decentralization). Pemerintah mengusulkan perubahan formula Dana Otonomi Khusus dan Dana Bagi Hasil, serta perluasan pemanfataan Dana Otsus yang dulu hanya pendidikan dan kesehatan, namun diperluas ke sejumlah sektor-sektor prioritas sesuai kebutuhan daerah. “Demikian pula, diatur pola divestasi saham, kontrak kerjasama, penyertaan modal, maupun dana tanggungjawab sosial dunia usaha,” kata Velix.
Keempat, kerangka kelembagaan pemerintahan. Revisi UU Otsus Papua ini ingin memperkuat otonomi khusus di level provinsi, dan juga menguatkan peran dan kewenangan Gubernur, Majelis Rakyat Papua, Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP), hubungan kewenangan Provinsi – Kabupaten/Kota, distrik, dan kampung. Di dalam RUU ini, Pemerintah mengajukan hanya ada 1 MRP yang kedudukannya di Jayapura, sebagai lembaga representasi kultural di seluruh Tanah Papua, tanpa dibatasi administrasi provinsi.
Terakhir, yang kelima, kerangka politik dan hukum yang rekonsiliatif. Pemerintah ingin RUU ini hadir sebagai sarana penguatan re-integrasi dan rekonsiliasi sosial politik dalam negara kesatuan. “Salah satu ide baru yang diusulkan yakni dibentuknya partai politik lokal bagi orang asli Papua,” lanjutnya.
“Melalui momentum perubahan UU Otsus ini, Presiden SBY menekankan pemerintah daerah di Tanah Papua untuk merumuskan langkah terpadu di dalam mewujudkan Papua Tanah Damai,” tutupnya. [detikNews]
0 comments:
Post a Comment