Jayapura (Papua Satu) - Pelaksanaan pemilihan umum di Papua rawan diiringi konflik antarmasyarakat. Ini karena masih banyak masalah yang belum diselesaikan di daerah itu, seperti belum dilantiknya komisioner komisi pemilihan umum daerah di tiga kabupaten dan ada dugaan pengelembungan jumlah daftar pemilih tetap.
”Waktu penyelenggaraan pemilu legislatif hanya tersisa 43 hari. Namun, ada tiga kabupaten yang belum punya komisioner KPUD, yakni Jayawijaya, Sarmi, dan Biak Numfor,” kata Kepala Polda Papua Inspektur Jenderal Tito Karnavian, dalam dialog publik bertema ”Pengawasan Pemilu Partisipatif di Tanah Papua” yang digelar Aliansi Jurnalis Independen Kota Jayapura, Selasa (25/2), di Jayapura, Papua.
Turut hadir di acara ini, Komisioner KPU Provinsi Papua, Musa Sombuk, dan Asisten Teritorial Komando Daerah Militer XVII/Cenderawasih Kolonel (Kav) Albiner Sitompul.
Tito menyatakan, daftar pemilih tetap (DPT) menjadi kendala serius yang masih belum terselesaikan di Papua. Penggelembungan DPT diduga terjadi terang-terangan. Selain itu, masih ada ratusan ribu pemilih yang belum memiliki nomor induk kependudukan (NIK). ”Misalnya di Kabupaten Nduga, jumlah DPT hanya 50.000 saat pemilihan gubernur tahun 2013. Namun, jumlah itu meningkat hingga 150.000 menjelang pemilu legislatif tahun ini. Tambahan sebanyak itu dari mana?” katanya.
Sistem pemerintahan yang tidak baik, menurut Tito, juga menjadi masalah. Hal ini, misalnya terjadi di Papua Barat, yaitu dua bupati, yaitu Manokwari dan Aimas, memperebutkan empat distrik di Kabupaten Tambrauw untuk dimasukkan dalam DPT. ”Padahal, empat distrik itu telah dimekarkan ke dalam wilayah Kabupaten Tambrauw,” lanjutnya.
Tito menegaskan, delapan pihak harus bersinergi untuk menyukseskan pemilu di Papua. Kedelapan pihak itu adalah KPU dan Bawaslu sebagai penyelenggara pemilu, pemerintah daerah, partai politik, media massa, masyarakat, aparat keamanan, dan kelompok masyarakat yang berseberangan dengan NKRI.
Musa Sombuk mengakui, penggelembungan DPT masih terjadi di banyak daerah. ”Kami dan Bawaslu hanya pemakai data. Pemerintah seharusnya bisa lebih jeli untuk mendata jumlah penduduk sebenarnya,” katanya.
Musa mengatakan, ada 100.000 orang di DPT yang belum memiliki NIK. ”Kami telah menugaskan salah satu komisioner ke KPU pusat untuk membahas masalah itu,” ujarnya. (Kompas.com)
”Waktu penyelenggaraan pemilu legislatif hanya tersisa 43 hari. Namun, ada tiga kabupaten yang belum punya komisioner KPUD, yakni Jayawijaya, Sarmi, dan Biak Numfor,” kata Kepala Polda Papua Inspektur Jenderal Tito Karnavian, dalam dialog publik bertema ”Pengawasan Pemilu Partisipatif di Tanah Papua” yang digelar Aliansi Jurnalis Independen Kota Jayapura, Selasa (25/2), di Jayapura, Papua.
Turut hadir di acara ini, Komisioner KPU Provinsi Papua, Musa Sombuk, dan Asisten Teritorial Komando Daerah Militer XVII/Cenderawasih Kolonel (Kav) Albiner Sitompul.
Tito menyatakan, daftar pemilih tetap (DPT) menjadi kendala serius yang masih belum terselesaikan di Papua. Penggelembungan DPT diduga terjadi terang-terangan. Selain itu, masih ada ratusan ribu pemilih yang belum memiliki nomor induk kependudukan (NIK). ”Misalnya di Kabupaten Nduga, jumlah DPT hanya 50.000 saat pemilihan gubernur tahun 2013. Namun, jumlah itu meningkat hingga 150.000 menjelang pemilu legislatif tahun ini. Tambahan sebanyak itu dari mana?” katanya.
Sistem pemerintahan yang tidak baik, menurut Tito, juga menjadi masalah. Hal ini, misalnya terjadi di Papua Barat, yaitu dua bupati, yaitu Manokwari dan Aimas, memperebutkan empat distrik di Kabupaten Tambrauw untuk dimasukkan dalam DPT. ”Padahal, empat distrik itu telah dimekarkan ke dalam wilayah Kabupaten Tambrauw,” lanjutnya.
Tito menegaskan, delapan pihak harus bersinergi untuk menyukseskan pemilu di Papua. Kedelapan pihak itu adalah KPU dan Bawaslu sebagai penyelenggara pemilu, pemerintah daerah, partai politik, media massa, masyarakat, aparat keamanan, dan kelompok masyarakat yang berseberangan dengan NKRI.
Musa Sombuk mengakui, penggelembungan DPT masih terjadi di banyak daerah. ”Kami dan Bawaslu hanya pemakai data. Pemerintah seharusnya bisa lebih jeli untuk mendata jumlah penduduk sebenarnya,” katanya.
Musa mengatakan, ada 100.000 orang di DPT yang belum memiliki NIK. ”Kami telah menugaskan salah satu komisioner ke KPU pusat untuk membahas masalah itu,” ujarnya. (Kompas.com)
0 comments:
Post a Comment