Permasalahan
Papua yang tak kunjung ada akhirnya membuat para pejabat pemerintah pusat serta
pemerhati politik dan keamanan ikut mengkritisi persoalan yang membuat polemik
yang terjadi bertambah hangat dari hari ke hari.
Banyak
dari mereka mengatakan bahwa faktor kesenjangan serta kurang meratanya
pembangunanlah yang menjadi penyebab utamanya! Apakah hal tersebut sudah sesuai
dengan pendapat orang Papua sendiri?
Illustrasi Otonomi Daerah (diazhamidfajarullah.wordpress.com) |
Jika
berbicara tentang kesenjangan dalam konteks kesejahteraan di Papua ada baiknya
pemerintah daerah yang telah diberi tanggung jawab penuh dengan adanya otonomi
khusus yang telah digulirkan mulai tahun 2001 ini menunjukkan sampai mana
perjalanan otonomi khusus ini dijalankan dengan baik dan benar.
Otonomi khusus yang diberikan Negara
Republik Indonesia kepada Papua melalui Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 adalah
suatu bentuk perhatian pemerintah pusat terhadap Papua. Dalam rangka otonomi
khusus Provinsi Papua (dan provinsi-provinsi hasil pemekarannya) mendapat bagi
hasil dari pajak dan sumber daya alam sebagai berikut:
2. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan sebesar 80% (delapan puluh persen)
3. Pajak Penghasilan Orang Pribadi sebesar 20% (dua puluh persen)
4. Kehutanan sebesar 80% (delapan puluh persen)
5. Perikanan sebesar 80% (delapan puluh persen)
6. Pertambangan umum sebesar 80% (delapan puluh persen)
7. Pertambangan minyak bumi 70% (tujuh puluh persen) selama 25 tahun terhitung dari tahun 2001. Mulai tahun ke-26 menjadi 50% (lima puluh persen)
8. Pertambangan gas alam 70% (tujuh puluh persen) selama 25 tahun terhitung dari tahun 2001. Mulai tahun ke-26 menjadi 50% (lima puluh persen).
Sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh
persen) penerimaan Pertambangan minyak bumi dan gas alam dialokasikan untuk
biaya pendidikan, dan sekurang-kurangnya 15% (lima belas persen) untuk
kesehatan dan perbaikan gizi.
Dari data tersebut wajar kiranya muncul
pertanyaan-pertanyaan yang selalu tercipta karena pembangunan di Papua terkesan
berjalan layaknya siput yang sedang membawa beban. Kemanakah hasil bumi dan
pendapatan daerah selama ini diperuntukkan?
Beberapa kasus mulai bermunculan,
mulai dari korupsi DPR Papua Barat (http://tabloidjubi.com/2013/10/25/kasus-korupsi-dpr-papua-barat-ujian-bagi-kejaksaan/)
hingga penyelewengan dana bantuan sosial oleh anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) (http://notlurking.com/bit.ly/UJCS)
yang seharusnya diterima oleh masyarakat Papua, mempertegas
adanya kesenjangan sosial yang terjadi di Papua sengaja diciptakan oleh pejabat
Papua sendiri.
Mengapa orang asli Papua yang
seharusnya membangun dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua malah
memanfaatkan situasi geografis untuk menyejahterakan “orang Papua” yang
memiliki hubungan darah saja dengannya? Mungkin inilah penyebab konflik
internal berkepanjangan yang selalu menjadi headline
news setiap hari di media on line.
(PS)
0 comments:
Post a Comment