Friday, November 08, 2013

"Penjajahan Sistematis" di Papua



Permasalahan Papua yang tak kunjung ada akhirnya membuat para pejabat pemerintah pusat serta pemerhati politik dan keamanan ikut mengkritisi persoalan yang membuat polemik yang terjadi bertambah hangat dari hari ke hari.

Banyak dari mereka mengatakan bahwa faktor kesenjangan serta kurang meratanya pembangunanlah yang menjadi penyebab utamanya! Apakah hal tersebut sudah sesuai dengan pendapat orang Papua sendiri?

Illustrasi Otonomi Daerah (diazhamidfajarullah.wordpress.com)
Jika berbicara tentang kesenjangan dalam konteks kesejahteraan di Papua ada baiknya pemerintah daerah yang telah diberi tanggung jawab penuh dengan adanya otonomi khusus yang telah digulirkan mulai tahun 2001 ini menunjukkan sampai mana perjalanan otonomi khusus ini dijalankan dengan baik dan benar.

Otonomi khusus yang diberikan Negara Republik Indonesia kepada Papua melalui Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 adalah suatu bentuk perhatian pemerintah pusat terhadap Papua. Dalam rangka otonomi khusus Provinsi Papua (dan provinsi-provinsi hasil pemekarannya) mendapat bagi hasil dari pajak dan sumber daya alam sebagai berikut:
 
1.    Pajak Bumi dan Bangunan sebesar 90% (sembilan puluh persen)
2.    Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan sebesar 80% (delapan puluh persen)
3.    Pajak Penghasilan Orang Pribadi sebesar 20% (dua puluh persen)
4.    Kehutanan sebesar 80% (delapan puluh persen)
5.    Perikanan sebesar 80% (delapan puluh persen)
6.    Pertambangan umum sebesar 80% (delapan puluh persen)
7.  Pertambangan minyak bumi 70% (tujuh puluh persen) selama 25 tahun terhitung dari tahun 2001. Mulai tahun ke-26 menjadi 50% (lima puluh persen)
8.    Pertambangan gas alam 70% (tujuh puluh persen) selama 25 tahun terhitung dari tahun 2001. Mulai tahun ke-26 menjadi 50% (lima puluh persen).

Sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen) penerimaan Pertambangan minyak bumi dan gas alam dialokasikan untuk biaya pendidikan, dan sekurang-kurangnya 15% (lima belas persen) untuk kesehatan dan perbaikan gizi.

Dari data tersebut wajar kiranya muncul pertanyaan-pertanyaan yang selalu tercipta karena pembangunan di Papua terkesan berjalan layaknya siput yang sedang membawa beban. Kemanakah hasil bumi dan pendapatan daerah selama ini diperuntukkan?

Beberapa kasus mulai bermunculan, mulai dari korupsi DPR Papua Barat (http://tabloidjubi.com/2013/10/25/kasus-korupsi-dpr-papua-barat-ujian-bagi-kejaksaan/) hingga penyelewengan dana bantuan sosial oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) (http://notlurking.com/bit.ly/UJCS) yang seharusnya diterima oleh masyarakat Papua, mempertegas adanya kesenjangan sosial yang terjadi di Papua sengaja diciptakan oleh pejabat Papua sendiri.

Mengapa orang asli Papua yang seharusnya membangun dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua malah memanfaatkan situasi geografis untuk menyejahterakan “orang Papua” yang memiliki hubungan darah saja dengannya? Mungkin inilah penyebab konflik internal berkepanjangan yang selalu menjadi headline news setiap hari di media on line. (PS)

0 comments:

Post a Comment